Pemprov NTB Genjot Pendapatan Daerah di Tengah Turunnya Alokasi TKD 2026
(Rinjanipost) – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah menyiapkan berbagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas keuangan daerah setelah adanya proyeksi penurunan signifikan pada alokasi Transfer ke Daerah (TKD) nasional tahun 2026. TKD tahun depan diperkirakan hanya mencapai Rp693 triliun, atau turun sekitar 24,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal, mengungkapkan hal itu saat menerima kunjungan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Pendopo Gubernur NTB, Kamis (13/11). Menurutnya, kondisi ini menjadi momentum bagi pemerintah provinsi untuk semakin agresif mengejar pendapatan nonpajak sebagai penopang fiskal daerah.
“Situasi ini membuat kami semakin terpacu untuk menggali sumber-sumber pendapatan baru. Hampir setiap hari kami memanggil Bapenda dan perangkat daerah terkait untuk mengidentifikasi potensi yang bisa dimaksimalkan,” ujarnya, (13/11)
Meskipun demikian, Iqbal mengakui bahwa penurunan TKD berpotensi menekan laju pertumbuhan ekonomi NTB. Pada triwulan pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi NTB sempat berada di angka minus 1,43 persen, terutama karena sektor pertambangan terkontraksi cukup dalam hingga minus 30 persen.
“Yang kami khawatirkan adalah dampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun sektor pertanian dan pariwisata masih menjadi penyelamat karena menunjukkan kinerja terbaik dalam 14 tahun terakhir,” jelasnya.
Sektor pertanian mendapatkan dorongan signifikan setelah penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk beras sebesar Rp6.500 per kilogram dan jagung Rp5.500 per kilogram. Sementara itu, sektor pariwisata terus memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Iqbal juga menyampaikan harapan agar kebijakan fiskal nasional dapat lebih mengakomodasi kebutuhan daerah kepulauan seperti NTB, terutama dalam hal pembiayaan sektor kelautan dan transportasi.
“Provinsi kepulauan membutuhkan perhatian lebih, terutama untuk urusan perhubungan dan kelautan,” tegasnya.
Iqbal juga mendorong adanya mekanisme konsultasi antara pemerintah pusat dan daerah sebelum kebijakan fiskal ditetapkan, agar dampaknya dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing wilayah.
“Tidak masalah pusat menetapkan kebijakan tertentu, yang penting ada proses konsultasi dengan daerah,” tambahnya. (Fen)



